Translate

Selasa, 26 Februari 2013

PEMBERITAHUAN

Bagi sahabat yang pengen tanya2 masalah obat spt pemilihan obat (swamedikasi), resep obat,  KIE dlll juga boleh lho... :) silakan saja langsung kasih komen u disini..

Truz klo sahabat mau jadikan tulisan di blog ini wat referensi  untuk tugas dlll  boleh juga lho tp jangan lupa nyertain sumbernya ya... ga boleh plagiat... oke2... :)

Kajian Resep Part 2

Hai sahabat, dipostingan ke 3 nei saya akan mengkaji resep lagiii... :)
Langsung aja ya... lihat resep dibawah nei:
                                dr yy ( dokter umum)
    SIP : 05X/08X/DU/VI.29/200X
  Praktek- Rumah
                   Jl K .  Solo
0271-63XXXX/ 0819XXXXXXX
                                                   16.30-20.00
        Solo, 14 /7 /2012


R/ Progesic                            X 
     S. 3 dd 1
                                                        tanda tangan

R/ Dexameth                                     1 tb
     Kallium diklofenak ( dexamedica)   3/10 tab
     m.f. cap  X
     S. 3 dd 1                                      Tanda tangan

R/  Thiamphenicol 500      X
      S. 3 dd 1                                     Tanda tangan

      Iter 2 x, 3 R

Pro          : Tn M
Alamat     : Jln. K
Umur       : -

A. Aspek Legalitas

Berdasarkan prasyarat di atas diketahui bahwa resep tersebut belum lengkap yaitu tidak terdapat umur dan berat badan pasien. Walaupun resep belum lengkap namun resep masih dapat dikerjakan karena dosis dapat dihitung dari dosis lazim atau dosis maksimum untuk dewasa.

B. Aspek Kerasionalan
  1. Tepat Indikasi
Berdasarkan resep yang diresepkan dapat disimpulkan bahwa pasien menderita demam tifoid. Demam tifoid adalah suatu infeksi bakterial yang disebabkan Salmonella tiphy, ditandai dengan demam berkepanjangan, nyeri perut, splenomegali (pembengkakan limpa),diare (Soegijanto,2002).
Pada resep di atas pasien Tn M diresepkan Progesic yang mengandung Parasetamol. Parasetamol berfungsi untuk mengatsi demam pada pasien demam tifoid dengan mekanisme kerja menghambat sintesis prostaglandin di SSP , tepatnya di hipotalamus (Darsono,2002).
Pada resep di atas pasien diresepkan racikan kapsul Dexamethasone dan Kalium Diklofenak. Dexamethason dalam resep berfungsi untuk mengatasi gejala spelomegali pada pasien tifus. Splenomegali merupakan pembekakan atau pembesaranlimpa. Pembesaran terjadi akibat peradangan yang menyebabkan peningkatan infiltrasi sel-sel fagosit dan sel-sel neutrofil (Rahman,2009). Dexamethasone mengatasi splenomegali akibat peradangan dengan cara menekan migrasi neutrofil, mengurangi produksi mediator inflamasi, dan menurunkan permeabilitas kapiler yang semula tinggi dan menekan respon imun (Martindale, 2006). Sedangkan Kalium Diklofenak digunakan untuk mengatasi nyeri perut yang dialami pasien tifus dengan cara menghambat aktivitas siklooksigenase dengan pengurangan produksi prostaglandin (Fitrianingsih dan Zulkoni,2010)
Pada resep di atas pasien juga diresepkan Tiamfenikol. Tiamfenikol dalam resep digunakan untuk membunuh Salmonella tiphy dengan cara Menghambat sintesa protein yang berinteraksi dengan ribosom 50 S (Anonim,2007a).
2. Kesesuaian bentuk sediaan
Pada resep di atas pasien diresepka obat dengan bentuk sediaan tablet yaitu Progesic dan dalam bentuk kapsul berupa racikan dan kapsul Tiamfenikol. Pasien adalah pasien dewasa sehingga bentuk sediaan tersebut sudah sesuai dengan kondisi pasien.
3.    Kesesuaian dosis
1.      Progesic
Progesic mengandung Parasetamol 500 mg tiap tabletnya. Dosis Progesic dalam resep yaitu 3 x sehari 1 tablet. Dosis Parasetamol untuk dewasa yaitu sekali minum 3-4 x 300 mg – 1g, sehari maksimal 4 g (Anonim,2007a). Sehingga dosis parasetamol dalam resep sudah sesuai.
2.      Racikan kapsul
Racikan kapsul mengandung Kalium Diklofenak dan Dexamethasone Dosis racikan kapsul dalam resep 3 x sehari 1 kapsul. Dosis Dexamethasone dalam resep yaitu 3 x 0,5 mg. Dosis Dexamethasone dalam teori yaitu Dewasa  0,75-9 mg/hr PO, terbagi dalam 2-4 dosis. Sehingga sudah sesuai. Dosis Kalium Diklofenak dalam racikan kapsul yaitu 3 x 15 mg. Sedangkan Dosis Kalium Diklofenak  dewasa  100-150 mg dibagi dalam 2-3 dosis (Anonim,2007a). Sehingga kurang dari dosis teori. Oleh karena itu perlu dikonfirmasikan kepada dokter apakah ada pertimbangan lain terkait pasien yang menyebabkan dosis dikurangi. Mungkin dokter meresepkan kalium diklofenak dibawah dosis  dewasa karena ada obat yang fungsinya sama dengan Kalium diklofenak yaitu mengatasi inflamasi yaitu dexamethason dan untuk nyeri yaitu progesic. 
3.      Tiamfenikol
Pada resep diatas pasien diresepkan Tiamfenikol 3 x sehari 1 Kapsul (500 mg). Dosis Tiamfenikol dewasa: 1-2 gram sehari dibagi dalam 4 dosis (Anonim,2007a). Dosis sekali minum dalam resep 500 mg sudah sesuai dengan teori yaitu antara 250-500 mg, namun untuk frekuensinya kurang seharusnya 4 x sehari tapi dalam resep hanya 3 x sehari. Oleh karena itu perlu dikonfirmasikan kepada dokter terkait hal tersebut apakah ada pertimbangan khusus. Jika tidak ada  direkomendasikan untuk dinaikkan menjadi 4 x 500 mg.
c.    Tepat pasien dan pemilihan obat
Dalam resep diatas tidak ada obat yang saling berinteraksi satu sama lain dan tidak ada obat yang kontraindikasi dengan pasien. Semua obat dalam resep saling mendukung dalam pengobatan pasien demam tifoid. Dalam resep ada obat yang sama-sama dapat digunakan untuk mengatasi nyeri yaitu Progesic dan Kalium Dikofenak namun mekanisme kerjanya berbeda. Dokter meresepkan kedua obat tersebut mungkin supaya penanganan nyerinya lebih efektif. Selain itu pasien juga diresepkan obat sama-sama untuk mengatasi radang yaitu kalium diklofenak dan dexamethasone namun mekanisme kerjanya berbeda. Dokter meresepkan kedua obat diharapkan penanganan radang ( splenomegali) menjadi lebih efektif
    4. KIE
a             a.       Progesic diminum 3x sehari 1 tablet, bila panas, setelah makan.
               b.      Racikan kapsul diminum 3 x sehari 1 kapsul, setelah makan.
               c.       Bila diijinkan dokter  pemakaian Tiamfenikol 4 x sehari 1 kapsul.
               d.      Pasien sebaiknya bed rest ( istirahat total) agar cepat sembuh dan menghindari komplikasi.
               e.       Sebaiknya makan-makan yang lunak dan bergizi.
               f.       Jika demam dapat dikompres dengan air hangat dan jangan memakai selimut tebal.
               g.      Minum air putih 8 gelas sehari.
          Daftar Pustaka:
Anonim.2007a. Farmakologi dan Terapi.Jakarta: FKUI
Darsono, Lusiana. 2002. “Diagnosis dan Terapi Intoksikasi Salisilat dan Parasetamol” Jurnal Kimia Vol. 2, No. 1.
Fitrianingsih, Dwi dan Zulkoni, H Akhsin.2010. Farmakologi Obat-obat dalam Praktek Kebidanan.Yogyakarta:Nudted 
Martindale.2006. The Complete Drug Reference 35th Edition.London: Pharmaceutical Press
Rahman, Febri.2009. Penyebab Splenomegali.http://indovet.wordpress.com. diakses tanggal 31 Oktober 2012.
Soegijianto,2002. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan. Jakarta: Salemba Medika.






Rabu, 23 Januari 2013

Kajian Resep Part 1


Hai Sahabat Nayla, lama tak bersua... bru sempat buat tulisan lg nei krn kesibukan ngurus magang dan tugas akhir... di postingan kedua kali ini sy akan mengkaji resep... langsung aja ya nei resepnya...



                             dr. yy ( DokterUmum )
SIP : 05X/08X/DU/VI.29/200X
Praktek- Rumah
                    Jl K .  Solo
0271-63XXXX/ 0819XXXXXXX
                                             16.30- 20.00
                                               Solo, 5/8/2012
R/ Antasida XV
     S. 3 d d 1
R/ Captopril 25 XII
     S. 3 d d 1
R/ HCT VII 
     S. 1 d d 1
R/ Piracetam XV
     S. 2 d d 1 ( Pagi dan Sore )
R/ Brainact XXI
     S. 3 d d 1
R/ TromboAspilet XXI
   S. 3 d d 1
Pro                    :Ny M             
Alamat            : -
Umur               : -

A. Aspek Legalitas

Berdasarkan prasyarat di atas diketahui bahwa resep tersebut belum lengkap yaitu, tidak terdapat tanda tangan atau paraf dokter penulis resep yang menjadikan resep itu tidak otentik karena tanda tangan menyatakan keabsahan resep. Selain itu identitas pasien juga kurang lengkap yaitu tidak terdapat umur dan berat badan pasien serta alamat pasien. Alamat pasien digunakan untuk menelusuri jika ada masalah terkait resep, namun dalam resep tidak ada sehingga jika ada permasalahan akan sulit dalam penelusuran. Sedangkan berat badan pasien digunakan untuk menghitung dosis obat secara lebih tepat. Walaupun belum lengkap, resep ini masih dapat diproses karena dosis obat untuk pasien dapat dihitung dari dosis lazim atau dosis maksimum dewasa.
B. Aspek Kerasionalan
a.       Tepat indikasi
Berdasarkan resep yang diberikan,  maka dapat disimpulkan bahwa pasien  menderita hipertensi, dimensia dan tukak lambung. Hipertensi adalah  bila didapatkan tekanan darah sistolik secara konsisten ≥ 140 mmHg atau lebih tinggi dan tekanan diastolik secara konsisten ≥ 90 mmHg atau lebih tinggi (Kaplan, 2006; JNC, 2007). Mereka yang menderita hipertensi pada usia dewasa menuju tua adalah terganggunya fungsi kognitif. Salah satu penyakit gangguan fungsi kognitif yang terkait dengan hipertensi adalah terjadinya demensia (AHA, 2007).Demensia adalah suatu  sindrom penurunan fungsi kognitif yang bermanifestasi sebagai gangguan memori (Perdossi, 2007).Tukak lambung ( ulkus peptikus) merupakan pembentukan ulkus pada saluran pencernaan bagian atas yang diakibatkan oleh pembentukan asam dan pepsin ( Sukandar,dkk, 2009).
Pada resep ini pasien nyonya Mardi di resepkan Captopril untuk mengatasi hipertensi yang beliau alami. Captoprilmenghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. Vasodilatasi secara langsung akan menrunkan tekanan darah, sedangkan berkurangnya aldosteron akan menyebabkan ekskresi air dan natrium dan retensi kalium (Anonim,2007). Sehingga penggunaan Captopril sudah sesuai dengan indikasi yang dialami pasien.
Selain itu pasien juga diresepkan HCT untuk mengatasi hipertensi. Pada pasien hipertensi biasanya kadar natrium dalam darahnya tinggi yang menyebabkan volume cairan ekstraselulernya meningkat sehingga volume darah juga meningkat ( Astawan, 2003). Natrium dapat mengecilkan diameter dari arteri, sehingga jantung harus memompa lebih keras untuk mendorong volume darah yang meningkat melalui ruang yang semakin sempit dan akibatnya adalah hipertensi (Hull, 1993 ).HCT bekerja denganmenghambat trasport Na-Cl di tubulus distal ginja, sehingga ekskresi Na dan Cl meningkat (Anonim, 2007). Jika natrium menurun maka  volume darah dan tekanan darah juga Menurun( Hull, 1993). Sehingga pemberian HCT sudah sesuai.
Selain itu pasien juga diresepkan Piracetam dan Thrombo Aspilet. Piracetam bekerja melindungi korteks serebral terhadap hipoksia. Hal ini juga menghambat agregasi platelet dan mengurangi viskositas darah (Anonim,2011 ). Sedangkan Trombo Aspilet mengandung acetosal yang bekerja dengan menghambat COX 1 yang menyebabkan agregasi platelet dihambat sehingga visikositas darah menurun (Anonim 2007).  Menurut Letcher (1981), bahwa pada penderita hipertensi mempunyai visikositas darah yang lebih tinggi. Karena visikositas darah tinggi maka darah akan sulit mengalir, ditambah pada penderita hipertensi juga mengalami penyempitan pembuluh darah karena kadar natrium dalam darah  tinggi sehingga menyebabkan tekanan darahnya tinggi. ( Hull, 1993). Sehingga peresepan  Piracetam dan Thrombo aspilet sudah sesuai dengan indikasi yang dialami pasien.
Selain itu pasien juga diresepkan Antasida untuk mengatasi tukak lambung yang dialami pasien . Pada penderita tukak lambung terjadi hipersekresi asam lambung. Antasida bekerja dengan menetralkan asam lambung (Anonim, 2007). Sehingga diharapkan dapat mengurangi kelebihan asam lambung yang dialami oleh pasien.
Pada resep di atas pasien juga diresepkan Brainac yang mengandung sitikolin. Sitikolin dapat memperbaiki fungsi kognitif dengan meningkatkatkan kadar kolin ( Anonim, 2012). Kolin berperan penting didalam tubuh, terutama bagi perkembangan fungsi otak. Hal tersebut berkaitan dengan peran kolin sebagai komponen asetikolin yang berfungsi sebagai pengantar sinyalsaraf.Asupan kolin yang cukup akan membantu kerja sinyal saraf pada otak, sehingga menghindari kepikunan pada orang lanjut usia ( Anonim, 2012 ). Sehingga obat tersebut cocok untuk pasien nyonya mardi yang mengalami penurunan fungsi kognitif (dimensia).
b.      Kesesuaian bentuk sediaan
Pada resep di atas pasien diresepkan obat dengan bentuk sediaan tablet yaitu Captopril, HCT, Trombo Aspilet, Piracetam dan Antasida. Pasien juga diresepkan obat dengan bentuk sediaan kapsul yaitu Brainact. Karena pasien merupakan pasien dewasa sehingga pemilihan bentuk tablet dan kapsul sudah tepat.
c.       Kesesuaian dosis
1.    Antasida
Pada resep diatas pasien  diresepkan antasida dengan dosis 3x sehari 1 tablet. Sedangkan dosis antasida untuk pasien dewasa menurut Anonim (2010), yaitu 3-4 kali sehari 1-2 tablet. Sehingga dosis antasida yang diresepkan sudah sesuai.
2.    Captopril
Pada resep diatas pasien  diresepkan Captopril dengan dosis 3 x sehari 1 tablet (25mg). Sedangkan dosis Captopril menurut Anonim (2010), yaitu 25- 100 mg/ hari terbagi dalam 2-3 dosis. Sehingga dosis Captopril yang diresepkan sudah sesuai.
3.    HCT
Pada resep diatas pasien  diresepkan HCT dengan dosis 1 x sehari 1 tablet (25 mg). Sedangkan dosis HCT menurut Anonim (2007), yaitu 12,5-25 mg/ hari, pemberian 1 kali sehari. Sehingga dosis HCT yang diresepkan sudah sesuai.
4.    Piracetam
Pada resep di atas pasien  diresepkan Piracetam 2 x sehari 1 tablet. Sedangkan dosis piracetam menurut Anonim (2011), yaitu 3 x sehari 1 tablet (800 mg). Sehingga dosis piracetam yang di resepkan kurang sesuai karena di bawah dosis yang seharusnya. Sehingga perlu didiskusikan dengan dokter apakah ada kondisi khusus atau pertimbangan lain yang menyebabkan dosis dikurangi. Jika tidak ada maka direkomendasikan untuk dinaikkan menjadi 3 x sehari 1 tablet (800 mg).
5.    Brainact
Pada resep di atas pasien diresepkan brainact kapsul yang tiap kapsulnya mengandung sitikolin 500 mg. Dosis brainact yang di resepkan yaitu 3 x sehari 1 kapsul (500 mg). Sedangkan dosis sitikolin untuk dewasa yaitu 1000-2000 mg/ hari dalam dosis terbagi(Anonim,2012). Sehingga dosis yang diresepkan sudah sesuai.
6.    Trombo aspilet
Pada resep di atas pasien  diresepkan trombo aspilet yang tiap tabletnya mengandung asetosal 80 mg.Dosis thrombo aspilet yang diresepkan   3 x sehari 1 tablet (80 mg). Sedangkan dosis asetosal untuk antiplatelet : 1 x sehari 1-2 tablet ( 80- 160 mg )(Anonim,2010 ). Sedangkan dosis maksimum acetosal untuk sekali 1g dan dosis maksimum sehari 8 g ( Anonim, 1979). Dosis asetosal dalam resep melebihi dosis asetosal sebagai antiplatelet namun tidak melebihi dosis maksimum asetosal baik dosis sekali minum maupun dosis sehari. Sehingga pemberian dosis asetosal dalam resep masih  dibolehkan.
b.    Tepat pasien dan pemilihan obat
Obat yang diresepkan ada yang kontraindikasi dengan pasien. Obat tersebut adalah thrombo aspilet yang mengandung asetosal. Asetosal kontraindikasi dengan pasien  karena beliau menderita tukak lambung ( ulkus peptikus). Penggunaan AINS dapat memperparah kondisi pasien, hal ini dikarenakan asetosal mempunyai mekanisme tidak hanya menghambat COX-2 tapi juga menghambat COX 1 yang berperan dalam perlindungan mukosa lambung sehingga dengan dihambatnya COX-1 tersebut proses perbaikan mukosa nenjadi terhambat dan mukosa lambung akan semakin rusak oleh adanya asam lambung karena tidak ada yang melindungi mukosa tersebut ( Dipiro, 2008 ). Sehingga sebaiknya obat tersebut tidak digunakan oleh pasien..
Selain itu ada obat yang mempunyai indikasi yang sama yaitu piracetam dan thrombo aspilet (asetosal ) yaitu menghambat agregasi platelet dan mengurangi viskositas darah ( Anonim, 2010). Pirasetam tidak kontraindikasi dengan pasien, namun asetosal ada kontra indikasi dengan pasien.Oleh karena itu bisa dipilih salah satu saja yaitu pirasetam.
Selain ada kontra indikasi , obat yang diresepkan ada yang saling berinteraksi satu dengan yang lainnya yaitu Captopril dengan antasida, antasida dengan asetosal, Captopril dengan asetosal, dan HCT dengan asetosal.
Menurut Anonim (2007) interaksi obat antara Captopril dan antasida yaitu jika digunakan bersamaan maka antasida akan menurunkan absorbsi dari Captopril. Interaksi ini dapat dihindarkan jika obat yang berinteraksi tersebut diberikan dengan jarak waktu minimal 2 jam. Sedangkan interaksi antara asetosal dan antasida yaitu antasida akan meningkatkan kelarutan dari asetosal. Oleh karena itu perlu diberika jarak waktu minum minimal 2 jam. Sedangkan menurut anonim (2007) interaksi antara Captopril dan asetosal yaitu asetosal dapat menurunkan efek antihipertensi dari Captopril.Sebaiknya kombinasi antara asetosal dan Captopril dihindarkan . Sedangkan menurut Anonim (2007), interaksi antara HCT dan asetosal (AINS) yaitu asetosal (AINS) dapat mengakibatkan efek antihipertensinya mengalami antagonis, hal ini dikarenakan asetosal (AINS) dapat menghambat sintesis prostaglandin yang berperan penting dalam pengaturan aliran darah ginjal dan transport air dan garam. Akibatnya terjadi retensi natium dan air yang akan mengurangi efek hampir semua obat antihipertensi. Oleh karena itu sebaiknya kombinasi kedua obat tersebut dihindarkan.
Pada resep pasien diresepkan HCT dan Captopril. Captopril mempunyai efek samping mengakibatkan hiperkalemia sedangkan HCT dapat mengakibatkan hipokalemia ( Anonim, 2007 ). Menurut Anonim (2007) HCT ( tiazid ) jika dikombinasikan  dengan Captopril ( ACE- inhibitor) dapat menghindarkan dari efek samping tersebut. Sehingga pemilihan kombinasi Captopril dan HCT sudah tepat.
Pada resep ada obat yang menyebabkan batuk kering yaitu Captopril. Efek samping batuk kering memang tidak dialami semua pasien, namun bisa saja pasien mengalami hal tersebut Anonim (2007 ). Oleh karena itu bisa diinformasikan kepada pasien terkait efek samping tersebut secara bijak. Hal ini bertujuan untuk agar pasien tetap patuh terhadap pengobatan.
4.   C.  Komunikasi, Informasi dan Edukasi
a.         a. Jika dokter mengizinkan maka penggunaan obat dalam resep untuk pasien adalah sebagaimana berikut:
1.              1  Antasida dikunyah 3x sehari 1 tablet , saat perut kosong ( sebelum atau sesudah makan) (Anonim,2007).
2.         2.  Captoprildiminum 3 x sehari 1 tablet (25 mg) 1 jam sebelum makan (Anonim,2007).
3          3. Piracetam diminum 3 x sehari 1 tablet (800 mg) setelah makan (Anonim,2011).
4.         4. Brainact diminum 3 x sehari 1 kapsul (500 mg) setelah makan.
5.             5. HCT diminum1 x sehari 1 tablet (25 mg), setelah sarapan pagi.
b.        b. Modifikasi gaya hidup seperti:
  1.   1. Penurunan berat badan
  2.       Diet rendah natrium
  3.          Melakukan aktifitas fisik seperti aerobik (Sukandar,dkk,2009)
  4.          Minum air putih 8 gelas sehari
  5.          Target tekanan darah kurang dari 140/90 mmhg (Anonim,2006)
  6.           Pasien disarankan untuk kontrol tekanan darah secara rutin.
  7.           Karena hipertensi pengobatannya seumur hidup maka perlu ditekankan kepatuhan pasien dalam minum obat.
 Daftar Pustaka :
 AHA, 2007. High Blood Pressure Increase Risk of Reduced Function in Older Ages. http://www.americanheart.org/presenter. tanggal akses 17 November 2012.
 Anonim.1979. Farmakope Indonesia Edisi 3. Jakarta: Depkes RI
 Anonim. 2006. Pharmaceutical Care Hipertensi. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik.
 Anonim.2007. Farmakologi dan Terapi.Jakarta: FKUI
 Anonim.2010Informasi Spesialite Obat.Jakarta:PT ISFI
 AnonIm 2011.Obat Pasca Stroke. http://sehatdiharitua.wordpress.com/. diakses 17 November 2012
 Anonim 2012. Brainact. http://www.farmasiku.com/index.php tanggal diakses 17 November 2012
 Astawan.2003. Atur Asupan Natrium Secara Cermat. Kompas.com diakses 17 November 2012.
 Dipiro.2008.Pharmacotherapy Pathologic Approac. Washington DC: Mc Graw Will Medical.
 Hull, Alison.1993.Penyakit Jantung, Hipertensi, & Nutrisi.Jakarta: PT. Bumi Aksara.

 JNC, 2007. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. http://www.nhlbi.nih.gov /guidelines/hypertension/jnc7full.htm tanggal akses 17 November 2012
 Kaplan NM, 2006. Primary Hypertension: Pathogenesis. In: Kaplan’s Clinical Hypertension. New York:  Lippincott William & Wilkins.
 Perdossi, 2007. Diagnosis Dini Dan Penatalaksanaan Demensia. Kelompok Studi Neuro-behaviour. 1-8 

 Sukandar dkk,2009.ISO Farmakotepi. Jakarta:PT ISFI